Belajar Bersyukur dengan Apa Yang Ada
Dongeng ini mungkin bisa memberi gambaran kita bagaimana perlunya bersyukur itu.
Seorang tukang batu yang lelah dari memecahkan batu-batu di gunung itu beristirahat sejenak sembari melihat awan berarak di langit. "Alangkah enaknya seandainya aku jadi awan yang berarak di atas sana, aku bisa berada di ketinggian dan melihat apa saja yang ada di bawah."
Akhirnya diapun menjadi "awan". Benar memang adanya, dengan menjadi awan ia berada selalu atas mengungguli yang lain. Tapi tidak lama kemudian, angin kencang dan badai menggulungnya dan mengombang-ambingkannya tercerai berai ke sana kemari. Dia pun berubah fikiran dan ingin menjadi "angin".
Lalu diapun berubah menjadi "angin". Benar juga, ia mampu terbang dengan amat cepat menyusuri semua permukaan bumi di mana pun yang ia inginkan. Bahkan ia mampu meluluhlantahkan benda-benda apapun di atas muka bumi. Tapi sungguh kecewa ia rasakan, saat gunung yang menjulang kokoh itu tidak bergeming dengan hantaman dan terjangannya. Maka berubah lagilah fikirannya. Ia ingin menjadi gunung.
Keinginan menjadi "gunung" pun kesampaian. Ia tertawa terbahak-bahak ketika mampu berdiri tegak lebih tinggi dari siapapun, dengan perkasa menahan segala gempuran angin dan badai. Tapi sungguh di luar dugaannya, ketika dirinya selalu terusik oleh tukang-tukang batu yang dari hari ke hari menghancurkan dan memecahkan batu-batu di lereng-lerengnya. Ketika kesabarannya menjadi "gunung" sudah habis, ia pun memutuskan kembali untuk menjadi tukang batu.
Ya, akhirnya diapun kembali menjadi tukang batu. Yaitu jati dirinya semula.
Dongeng ini mungkin bisa menjadi cermin,
Berusahalah dan berusahalah untuk menjadi apapun yang Anda inginkan, tapi jangan pernah memaksakan perasaan Anda untuk menjadi itu, sebab itu hak Allah untuk menentukan. Biarlah semua mengalir terpadu antara usaha kita dan takdir Allah. Dan yang terpenting, berbahagialah dengan apa yang ada sekarang......
Keinginan menjadi "gunung" pun kesampaian. Ia tertawa terbahak-bahak ketika mampu berdiri tegak lebih tinggi dari siapapun, dengan perkasa menahan segala gempuran angin dan badai. Tapi sungguh di luar dugaannya, ketika dirinya selalu terusik oleh tukang-tukang batu yang dari hari ke hari menghancurkan dan memecahkan batu-batu di lereng-lerengnya. Ketika kesabarannya menjadi "gunung" sudah habis, ia pun memutuskan kembali untuk menjadi tukang batu.
Ya, akhirnya diapun kembali menjadi tukang batu. Yaitu jati dirinya semula.
Dongeng ini mungkin bisa menjadi cermin,
di mana pun dan bagaimanapun Allah menempatkan kita, hendaknya kita belajar untuk mensyukurinya dan menerimanya dengan bahagia.
Berusahalah dan berusahalah untuk menjadi apapun yang Anda inginkan, tapi jangan pernah memaksakan perasaan Anda untuk menjadi itu, sebab itu hak Allah untuk menentukan. Biarlah semua mengalir terpadu antara usaha kita dan takdir Allah. Dan yang terpenting, berbahagialah dengan apa yang ada sekarang......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar