gue

gue
aa

Sabtu, 08 September 2012

Dampak Pornografi pada Perkembangan Anak


Dampak Pornografi pada Perkembangan Anak

Ilustrasi Kasus
Seorang guru yang kebetulan melintas di serambi kelas, tiba-tiba perhatiannya tertarik pada kerumunan sejumlah siswa di sudut sebuah kelas.
“Kalian lihat apaan, sih?!” tanya guru itu.
Suara guru itu benar-benar membuat para siswa terkejut, mimik itu sangat jelas nampak dari wajah mereka yang pucat dan gugup.
“Tapi, Pak… kita nggak liat apa-apa…” jawab seorang siswa.
“Sini HP-nya!!” pinta guru itu dengan nada yang lebih tinggi.
Ternyata yang menyedot perhatian mereka sehingga begitu asyik adalah sebuah tayangan porno di sebuah HP milik siswa. Astaga…!!!
Tahukah Anda? Mereka masih duduk di sekolah dasar, dan fantastisnya sekolah itu berada di daerah pelosok. Di daerah saja sudah seperti itu, bagaimana dengan perkotaan?

Data (1)
Sebelumnya dirilis di sebuah situs hasil survey tahun 2008 oleh Yayasan Kita dan Buah Hati pada 1.625 siswa kelas 4-6 sekolah dasar wilayah Jabodetabek. Pada survey ini terungkap bahwa 66 % dari mereka telah menyaksikan materi pornografi lewat berbagai media. Sebanyak 24 % di antaranya lewat komik, 18 % melalui games, 16 % lewat situs porno, 14 % melalui film, dan sisanya melalui VCD dan DVD, telepon seluler, majalah dan koran. Mereka umumnya menyaksikan materi pornografi itu karena iseng (27%), terbawa teman (10%), takut dibilang kuper (4%). Ternyata anak-anak itu melihat materi pornografi di rumah atau kamar pribadi (36%), rumah teman (12%), warung internet (18%), rental (3%). Tentu, hasil survey ini sanggup membuat kita merinding. Pornografi ternyata telah begitu akrab dengan anak usia sekolah dasar.

Data (2)
Hasil survey Yayasan Kita dan Buah Hati juga menemukan bahwa dari puluhan ribu orang tua di 28 provinsi rata-rata hanya 10% yang bisa menggunakan peralatan atau permainan canggih yang mereka belikan untuk anak-anak mereka. Sementara, gerakan pemblokiran situs-situs porno belakangan ini, justru diantisipasi banyak situs porno dengan menggunakan nama yang tidak terkait dengan materi seks, bahkan ada yang menggunakan nama tokoh kartun yang digemari anak-anak, serta memakai istilah kunci yang terkait dengan mata pelajaran yang biasan dibuka anak-anak itu ketika mengerjakan tugas sekolah. Survey ini menunjukkan betapa ironisnya, di satu sisi penyebaran pornografi bergerak begitu lihai, di sisi lain orang tua begitu awam terhadap perkembangan teknologi.

Data (3)
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono dalam Simposium Jurnal Antropologi Indonesia di Jakarta tahun 2007 mengutip hasil penelitian sebuah LSM yang membentuk sebuah gerakan Jangan Bugil Depan Kamera (JBDK), bahwa terdapat 100.000 situs materi pornografi anak yang ada di internet. Hampir 89% chatting (obrolan elektronik) anak dan remaja berkonotasi seksual, rata-rata pengakses pornografi itu usia termudanya 11 tahun,  dan 90 % akses internet berbau pornografi itu dilakukan anak justru saat mereka sedang mengerjakan tugas sekolah atau saat belajar bersama. Dinyatakan juga oleh penelitian JBDK bahwa 90% dari dari 500 lebih video porno yang beredar di Indonesia para aktor dan aktrisnya adalah anak-anak dan remaja asli Indonesia yang masih berstatus pelajar dan mahasiswa.

Data (4)
Sebuah studi oleh University of Sydney – Australia yang dipimpin Dr Gomathi Sithartan  menyimpulkan bahwa pornografi pada orang dewasa memberikan konstribusi signifikan yang menyebabkan mereka menjadi pecandu porno, tidak fokus kerja, depresi, ejakulasi dini, disfungsi ereksi, rusak hubungan seksual dengan pasangannya, kehilangan pasangan, dipecat, bahkan terganggunya hubungan sosial yang lebih luas. Ketika lingkungan sosialnya kurang bersahabat, dampak tersebut semakin serius dengan timbulnya perilaku seksual menyimpang seperti homoseks, seks dengan hewan, seks dengan kekerasan hingga perkosaan.

Begitu juga penelitian Mary Anne Layden (Direktur Program Psikopatologi dan Trauma Seksual, University Pennsylvania – AS), serta hasil observasi pasien ahli terapi psikologi Dr. John Wood di Portland Clinic Inggris secara simultan menyimpulkan hasil yang relatif sama.

Bila dampak pornografi terhadap orang dewasa saja (yang diasumsikan mampu mencerna dan ‘sudah waktunya’) sedemikian dahsyatnya, bagaimana kalau yang terkena dampak itu adalah anak-anak, yang masih jauh dari kematangan fisik dan kejiwaan? Mungkin sajian data berikut ini, bisa membuka mata kita bagaimana pornografi mempengaruhi perkembangan otak yang akhirnya berdampak serius terhadap kejiwaan dan perilaku anak-anak kita.


Pengaruh pornografi terhadap perilaku anak

Kecanduan pornografi mengakibatkan otak bagian tengah depan yang disebut Ventral Tegmental Area (VTA) secara fisik mengecil. Penyusutan jaringan otak yang memproduksi dopamine–bahan kimia pemicu rasa senang– itu menyebabkan kekacauan kerja neurotransmiter yakni zat kimia otak yang berfungsi sebagai pengirim pesan. Dalam hal ini, pornografi menimbulkan perubahan konstan pada neorotransmiter dan melemahkan fungsi kontrol. Sehingga secara berantai dapat mengakibatkan antara lain:
1.   Orang yang sudah kecanduan tidak bisa lagi mengontrol perilakunya, berkurangnya rasa tanggung jawab bahkan akan mengalami gangguan memori. Kondisi tersebut terjadi melalui beberapa tahap yakni kecanduan yang ditandai dengan tindakan impulsif, ekskalasi kecanduan, desensitifisasi dan akhirnya penurunan perilaku.
2.   Ketidakmampuan mengontrol batasan perilaku tersebut menimbulkan kecenderungan lebih besar untuk depresi.
3.   Saat dewasa anak-anak yang biasa menyaksikan pornografi hanya memandang wanita sebagai objek seksual saja
4.   Bila kondisi sosialnya kurang harmonis bisa melakukan kekerasan seksual dan phedophilia.
Hal ini dikemukakan oleh Donald L. Hilton Jr, MD, ahli bedah syaraf dari Rumah Sakit San Antonio, Amerika Serikat dan juga oleh Dr Adre Mayza Sp.S(K) dan Ibu Elly Risman (Ketua Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati) dan beberapa ahli lainnya. Secara rinci, pornografi dapat mengakibatkan perilaku negatif anak seperti berikut ini :

1. Mendorong anak untuk meniru melakukan tindakan seksual
Anak usia dini adalah peniru ulung, apa yang dilihat dan didengarnya dari orang dewasa dan lingkungannya akan ditiru. Kemampuan anak menyaring informasi sangatlah rendah, belum mampu membedakan yang baik dan buruk. Bagi mereka orang dewasa adalah model atau sumber yang paling baik dan nyata untuk ditiru. Para ahli di bidang kejahatan seksual terhadap anak juga menyatakan bahwa aktifitas seksual pada anak yang belum dewasa selalu dipicu oleh 2 (dua) kemungkinan yaitu pengalaman atau melihat. Bisa dibayangkan kalau yang sering mereka lihat adalah materi pornografi atau aktivitas porno baik dari internet, HP, VCD, komik atau media lainnya. Maka mereka akan terdorong untuk meniru melakukan tindakan seksual terhadap anak lain ataupun siapapun obyek yang bisa mereka jangkau. Sesungguhnya dari proses inilah bermula, sehingga terjadi banyak kasus kekerasan seksual yang dilakukan anak terhadap anak lain.

2. Membentuk sikap, nilai dan perilaku yang negatif
Anak-anak yang terbiasa mengkonsumsi materi pornografi yang menggambarkan beragam adegan seksual, dapat terganggu proses pendidikan seksnya. Hal itu secara dramatis dapat diketahui dari cara mereka memandang wanita, kejahatan seksual, hubungan seksual, dan seks pada umumnya. Mereka akan berkembang menjadi pribadi yang merendahkan wanita secara seksual, memandang seks bebas sebagai perilaku normal dan alami, permisif terhadap perkosaan, bahkan cenderung mengidap berbagai penyimpangan seksual.

3. Menyebabkan sulit konsentrasi hingga terganggu jati dirinya
Pada anak-anak yang memiliki IQ tinggi, pornografi bisa mengakibatkan mereka kesulitan membangkitkan konsentrasinya untuk belajar dan beraktivitas, hari-harinya didominasi oleh kegelisahan dan sedikit sekali produktivitasnya. Sedangkan anak-anak yang ber-IQ rendah, pengaruhnya bisa lebih ekstrim lagi, mereka tidak berdaya lagi untuk berkonsentrasi, hari-harinya total dikuasai kegelisahan, dan orang-orang di sekitarnya akan menghakimi dia sebagai ‘sang pemalas’. 
Pornografi yang dikonsumsi anak merupakan sensasi seksual yang diterima sebelum waktunya. Kesulitan mereka memahami aktivitas pornografi pada orang dewasa, menimbulkan tanda tanya besar yang tidak mampu mereka jawab dan aktualisasikan, sehingga yang terjadi adalah mengendapnya kesan mendalam di bawah otak sadar yang bisa membuat mereka sulit konsentrasi, tidak fokus, mogok belajar, tidak bergairah melakukan aktivitas yang semestinya, hingga mengalami shock dan disorientasi (kehilangan pandangan) terhadap jati diri mereka sendiri bahwa sebenarnya mereka masih anak.

4. Tertutup, minder dan tidak percaya diri
Anak  pelanggan pornografi yang mendapat dukungan teman-temannya sesama penggemar pornografi, akan terdorong menjadi pribadi yang permisif (memandang maklum) terhadap seks bebas dan mereka melakukan praktek seks bebas di luar pantauan orang tua. Sedangkan anak pelanggan pornografi yang dikelilingi oleh teman-teman yang terbimbing dan bebas dari pornografi, akan cenderung merasa minder dan tidak percaya diri. Karena kebiasaannya ini, anak merasa sebagai pribadi yang aneh dan berbeda dalam arti lebih rendah, dan seiring bertambahnya pengetahuan keagamaannya ia akan merasa paling berdosa dibanding teman-temannya. Dampak ini akan semakin serius bila anak adalah pelaku atau korban kekerasan atau penyimpangan seksual.



Pornografi lebih berbahaya dari narkoba
Sebagaimana dirilis banyak situs internet dan dari berbagai sumber yang beragam antara lain seperti Dr Mark B. Kastlemaan, Kepala Edukasi & Training Officer for Candeo USA bahwa pada titik-titik tertentu, kecanduan pornografi ternyata bisa lebih berbahaya daripada narkoba :

1.  Pengaruh kokain bisa dilenyapkan, sedangkan materi pornografi tidak
Berdasarkan pemotretan melalui positron emission tomography (PET), terlihat jelas bahwa seseorang yang tengah menikmati gambar porno mengalami proses kimia dalam otak sama dengan orang yang tengah menghisap kokain. Tampak akut pornografi ternyata lebih jahat ketimbang kokain. Karena pengaruh kokain dalam tubuh bisa dilenyapkan (dengan detoksifikasi). Adapun materi pornografi, sekali terekam dalam otak, image porno itu akan mendekam dalam otak selamanya.

2. Pornografi dapat merusak syarat otak lebih banyak dibandingkan narkoba
Jika narkoba menyebabkan 3 syaraf otak rusak, maka pornografi menyebabkan 5 syaraf otak yang rusak, terutama pada Pre Frontal Corteks (bagian otak yang tepat berada di belakang dahi). Kerusakan bagian otak ini akan membuat orang tidak bisa membuat perencanaan, tidak bisa mengendalikan emosi, tidak bisa mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls. Bagian inilah yang membedakan manusia dengan binatang.

3. Pecandu pornografi lebih sulit dideteksi daripada pecandu narkoba
Pada dasarnya orang yang kecanduan pornografi merasakan hal yang sama dengan pecandu narkoba, yaitu ingin terus memproduksi dopamin dalam otak. Tapi pecandu pornografi bisa memenuhinya dengan lebih mudah, kapanpun dan dimanapun, bahkan melalui handphone. Kecanduan ini tidak tampak sehingga lebih lebih sulit dideteksi,  lambat laun menimbulkan kerusakan otak yang permanen melebihi kecanduan narkoba, dan pengobatannya pun lebih sulit.

4. Pornografi berpotensi menurunkan kecerdasan
Sebanyak 70 persen informasi masuk melalui mata. Ketika seseorang melihat sesuatu yang berbau porno, maka akan terjadi rangsangan yang langsung masuk ke otak belakang tanpa tersaring, yang mengakibatkan otak mengeluarkan cairan atau zat neurotransmiter yang disebut Delta-FosB. Zat itulah yang membuat nafsu atau libido seseorang meningkat. Semakin banyak materi pornografi yang masuk ke otak bagian belakang, maka bagian otak lainnya menjadi kurang aktif, terutama otak bagian depan. Padahal yang mempengaruhi kecerdasan seseorang adalah ketebalan korteks yang ada di bagian otak depan. Singkatnya, semakin minim kemampuan orang menyaring materi pornografi ini, semakin rentanlah mengalami penurunan kemampuan kognitif dan kecerdasannya. Siapa lagi yang paling lemah menyaring informasi kalau bukan anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar