gue

gue
aa

Selasa, 31 Juli 2012

A. Pengertian Frontpage


Microsoft FrontPage (MS FrontPage) adalah sebuah program untuk membuat, mendesain, dan mengedit halaman World Wide Web seperti menambahkan text, images, table, form, dan elemen lain di halaman Web. MS FrontPage menampilkan itu semua seperti apa yang ditampilkan di Web browser. Secara otomatis file akan menjadi sebuah kode HTML (Hyper Text MarkUpLanguage).
Frontpage dirancang sebagai tool yang mudah untuk menghasilkan halaman atau situs web, tanpa perlu pemrograman. Contoh hasilnya seperti Gambar 2.4.
Ada beberapa tahap yang diperlukan untuk mendisain situs web, yaitu:
1. Membuat daftar kebutuhan dan menetapkan tujuan
2. Mengorganisasi informasi
3. Menentukan struktur aplikasi
4. Menentukan struktur navigasi

Tampilan pada Frontpage seperti pada gambar di bawah ini :

Tampilan frontpage


B. Cara Membuat Frontpage


Home page adalah halaman awal yang akan dibuka ketika seseorang mengunjungi situs web kita. Tahap pertama membuat situs adalah membuat home page. Dan langkah yang diperlukan adalah:

1. Jalankan Microsoft FrontPage XP.
Tampilan Microsoft Frontpage,Tampilan frontpage

2. Dari menu File arahkan ke New, lalu klik Page or Web. Muncul Task Pane dengan tema New Page or Web.
task pane baru
3. Pada task pane, di bawah kelompok New from Template, klik icon Web SiteTemplates. Lihat Gambar 2.b. Muncul kotak dialog Web Site Templates (lihatGambar 2.c).
Photobucket
4. Klik icon One Page Web, Kemudian klik OK FrontPage XP akan membuat sebuah web site pada server, yaitu komputer Anda sendiri yang bernama master. Hasilnya berupa suatu situs dengan sebuah halaman kosong seperti Gambar 2.2d.
5. Jika belum tampak halaman putih di bidang sebelah kanan, pada Folder List klik ganda icon Default.htm.
6. Kemudian tuliskan kalimat: “Selamat Datang di Web Site pertama saya”. (Pada Gambar (2.2e)
7. Pada toolbar klik tombol Save, atau aktifkan File _ Save.
8. Kemudian klik Preview in Browser, atau aktifkan File _ Preview in Browser.
Browser akan diaktifkan dan menampilkan halaman Anda, hasilnya seperti gambar 2.2f.

9. Tutuplah browser dan kembali ke FrontPage XP, selanjutnya Anda bias menambahkan kalimat Anda sendiri.
10. Gunakan tombol-tombol yang ada di toolbar Formatting untuk mengatur format teks agar lebih menarik.

udah dulu ya... Ikuti terus Tutorial ok.

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....

pengertian dan fungsi sound card

Pengertian Dan Cara Kerja Sound Card

Kartu suara (Sound Card) adalah suatu perangkat keras komputer yang digunakan untuk mengeluarkan suara dan merekam suara. Pada awalnya, Sound Card hanyalah sebagai pelengkap dari komputer. Namun sekarang, sound card adalah perangkat wajib di setiap komputer. Dilihat dari cara pemasangannya, sound card dibagi 3:

  • Sound Card Onboard, yaitu sound card yang menempel langsung pada motherboard komputer.
  • Sound Card Offboard, yaitu sound card yang pemasangannya di slot ISA/PCI pada motherboard. Rata-rata, sekarang sudah menggunakan PCI
  • Soundcard External, adalah sound card yang penggunaannya disambungkan ke komputer melalui port eksternal, seperti USB atau FireWire
Sound Blaster Live !
Salah satu contoh sound card yang terbilang sangat sukses di pasaran indonesia adalah Sound Blaster, dari Creative Labs.
Untuk memainkan musik MIDI, pada awalnya menggunakan teknologi FM Synthesis, namun sekarang sudah menggunakan Wavetable Synthesis Sedangkan untuk urusan digital audio, yang dulunya hanyalah 2 kanal (stereo), sekarang sudah menggunakan 4 atau lebih kanal suara (Surround). Kualitas nya pun sudah meningkat dari 8 bit, kemudian 16 bit, dan sekarang sudah 24 bit, bahkan 32 bit.

Cara Kerja

Ketika anda mendengarkan suara dari sound card,data digital suara yang berupa waveform .wav atau mp3 dikirim ke sound card. Data digital ini di proses oleh DSP (Digital Signal processing : Pengolah signal digital) bekerja dengan DAC (Digital Analog Converter :Konversi digital ke Analog ). Mengubah sinyal digital menjadi sinyal analog, yang kemudian sinyal analog diperkuat dan dikeluarkan melalui speaker.
Ketika anda merekam suara lewat microphone. suara anda yang berupa analog diolah oleh DSP, dalam mode ADC ( Analog Digital Converter : Konversi analog ke digital). Mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital yang berkelanjutan. Sinyal digital ini simpan dalam format waveform table atau biasa ditulis Wav(wave) dalam disk atau dikompresi menjadi bentuk lain seperti mp3

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....


SOUND CARD

SOUND CARD

Sound Card / Kartu Suara adalah sebuah perangkat multimedia berbentuk seperti kartu yang berfungsi untuk mengolah suara pada komputer dan sound Card ini terpasangkan pada motherboard.


Ada 2 jenis Soundcard yang umum digunakan:


• Onboard → Sound Card yang terpasang langsung pada motherboard
• Card



Beberapa jenis Soundcard:
  • Sound Card ISA 8 bit
  • Sound Card ISA 16 bit
  • Sound Card EISA
  • Sound Card PCI

Beberapa merk Sound Card:

Sound Card mempunyai 4 fungsi dasar, diantaranya:

• Synthesizer,
digunakan untuk mensitesis suara terutama dengan menghasilkan efek – efek suara tertentu

• Interface untuk MIDI ( Musical Instrument Digital Interface )
MIDI merupakan spesifikasi yang menjadi standart format musik dalam computer.File MIDI menggambarkan bogeyman musik dimainkan.

• Analog to Digital ( A / D) conversion,
mengubah sinyal analog menjadi digital dan diperlukan selama proses perakaman suara

• Digital to Analog ( D / A ) conversion,
mengubah sinyal digital menjadi analog dan dipakai pada saat playback.

Pada Sound Card Modern, fungsi A / D dan D / A conversion sudah disatukan kedalam satu chip coder / decoder


Istilah Teknis Sound Card:

• 3D souncard, banyak diterapkan pada game. Berbeda dengan Surround Sound, suara 3D akan berubah dengan jelas jika posisi pendengar berubah ( berpindah )

• S / PDIF ( Sonny atau Philips Digital Interface), protocol untuk transfer data audio.Menggunakan koneksi kabelkoaksial atau optic.Data dikirimkan dalam bentuk digital murnisehingga menghasilkan performa yang lebih baik.

• Output channel, menentukan jumlah kanal dan karakteristik suara.

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....


format-format pada dvd drive

Format-format pada DVD DRIVE

  Tadi telah dikatakan bahwa dalam DVD ada yang disebut dengan format fisik ada juga yang disebut format aplikasi. Format fisik ada beberapa variasi yaitu DVD ROM, DVD-R/RW, DVD+R/RW dan DVD RAM. Apa perbedaan diantara keempatnya?

• DVD-ROM

Ini adalah format DVD yang paling umum saat ini. DVD-ROM sendiri ada 4 jenis yaitu DVD-5, DVD-9, DVD-10 dan DVD-18. DVD-5 dan DVD-9 adalah DVD single sided. Jika DVD-5 merupakan singlesided, single-layer. DVD-9 Single sided, dual-layer. Masing-masing memiliki kemampuan untuk menyimpan data sebanyak 4,37GB dan 7,95GB.

Sedangkan DVD-10 dan DVD-18 merupakan DVD double-sided. Jika DVD-10 merupakan DVD double-sided, singlelayer, DVD-18 merupakan DVD doublesided, dual-layer. DVD-10 mampu menyimpan data sebanyak 8,74GB, serta DVD-18 mampu menyimpan data sebanyak 15,9GB. DVD ini tidak dapat ditulis, sesuai dengan namanya DVDROM (Read Only Memory) ini hanya dapat dibaca.

• DVD-R (Readable)

DVD-R adalah salah satu format yang dikembangkan oleh Pioneer. Pada DVDR sendiri ada dua format yang tersedia. yaitu DVD-R Autorithy (A) dan DVD-R General (G). DVD-R (A) lebih banyak digunakan untuk membuat master DVD pada proses penduplikasian DVD pada mesin khusus dan ingin menggunakan region code. Sedangkan DVD-R (G) untuk membuat master pada proses duplikasi yang lebih sederhana dan dalam jumlah yang lebih sedikit serta tidak memerlukan region code. Untuk single-sided DVD-R mampu menyimpan data sebanyak 4,7GB, dan untuk DVD-R double sided data yang disimpan dapat mencapai 9, 4GB. Keduanya hanya dapat dituliskan sekali saja.

• DVD-RW (Readable-Writeable)

Jika DVD-R hanya dapat dituliskan satu kali saja, maka DVD-RW dapat dituliskan sampai 1000kali. Untuk kapasitas yang dimiliki sama dengan DVD-R yaitu 4,7GB untuk single-sided. DVD-RW memiliki harga yang lebih mahal dari DVD-R.

• DVD+R

Perbedaan Yang menonjol adalah tanplus yang dimiliki DVD ini. DVD+R dikembangkan oleh Philips, Dell, Sony, HP, dan Microsoft. Jika pada versi minus hanya mendukung penulisan dengan satu layer saja, maka pada DVD+, DVD pada dituliskan dengan dua layer. Harga DVD+ lebih mahal dari pada DVD-. Sebab dengan kemampuan penulisan secara dua layer,kapasitas yang dimiliki DVD+ dapat lebih banyak dari DVD-.

• DVD+RW

Sama halnya dengan DVD+R yang juga dikembangkan oleh Philips, Dell, Sony, HP, dan Microsoft. Jika DVD+R hanya dapat dituliskan sekali saja, sebaliknya DVD+RW dapat dituliskan secara berulang-ulang. Harganyapun lebih mahal dari DVD+R.

• DVD-RAM (Random Access Memory)

DVD RAM ini juga dapat ditulisi secara berulang-ulang. Hanya saja berbeda dari DVD yang lain yangdapat dibaca pada DVD rOM drive biasa. Untuk membaca DVD RAM dibutuhkan driver khusus. Kapasitas yang dapat disimpan oleh DVDRAM single-sided adalah 2,6GB atau 4,7GB. Sedangakn untuk double-sided adalah 5,2GB atau 9,4GB.

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA

 

struktur dan fungsi komputer

Struktur dan Fungsi Komputer

   Struktur komputer didefinisikan sebagai cara-cara dari tiap komponen saling terkait. Struktur sebuah komputer secara sederhana, dapat digambarkan dalam diagram blok

 
Sedangkan fungsi komputer didefinisikan sebagai operasi masing-masing komponen sebagai bagian dari struktur. 
Adapun fungsi dari masing-masing komponen dalam struktur di atas adalah sebagai berikut:

1. Input Device (Alat Masukan)
Adalah perangkat keras komputer yang berfungsi sebagai alat untuk memasukan data atau perintah ke dalam komputer 

2. Output Device (Alat Keluaran)
Adalah perangkat keras komputer yang berfungsi untuk menampilkan keluaran sebagai hasil pengolahan data. Keluaran dapat berupa hard-copy (ke kertas), soft-copy (ke monitor), ataupun berupa suara. 

3. I/O Ports
Bagian ini digunakan untuk menerima ataupun mengirim data ke luar sistem. Peralatan input dan output di atas terhubung melalui port ini. 

4. CPU (Central Processing Unit)
CPU merupakan otak sistem komputer, dan memiliki dua bagian fungsi operasional, yaitu: ALU (Arithmetical Logical Unit) sebagai pusat pengolah data, dan CU (Control Unit) sebagai pengontrol kerja komputer. 

5. Memori
Memori terbagi menjadi dua bagian yaitu memori internal dan memori eksternal. Memori internal berupa RAM (Random Access Memory) yang berfungsi untuk menyimpan program yang kita olah untuk sementara waktu, dan ROM (Read Only Memory) yaitu memori yang haya bisa dibaca dan berguna sebagai penyedia informasi pada saat komputer pertama kali dinyalakan. 

6. Data Bus
Adalah jalur-jalur perpindahan data antar modul dalam sistem komputer. Karena pada suatu saat tertentu masing-masing saluran hanya dapat membawa 1 bit data, maka jumlah saluran menentukan jumlah bit yang dapat ditransfer pada suatu saat. Lebar data bus ini menentukan kinerja sistem secara keseluruhan. Sifatnya bidirectional, artinya CPU dapat membaca dan menirma data melalui data bus ini. Data bus biasanya terdiri atas 8, 16, 32, atau 64 jalur paralel. 

7. Address Bus
Digunakan untuk menandakan lokasi sumber ataupun tujuan pada proses transfer data. Pada jalur ini, CPU akan mengirimkan alamat memori yang akan ditulis atau dibaca.Address bus biasanya terdiri atas 16, 20, 24, atau 32 jalur paralel. 

8. Control Bus
Control Bus digunakan untuk mengontrol penggunaan serta akses ke Data Bus dan Address Bus. Terdiri atas 4 samapai 10 jalur paralel.

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....


sistem pendingin (heatsink)bagi mania overclock

Sistem Pendingin (heatsink) bagi Mania Overclock


Sebenarnya sistem PC yang dioverclock tidak disarankan oleh para produsen prosesor, karena resiko kerusakan dan umur sistem yang lebih pendek karena penerapan teknik overclock itu. Tetapi kadang bagi para mania overclock hal-hal tersebut mereka abaikan. Bahkan kadang-kadang mereka membangun sistem untuk dioverclock dengan biaya yang lebih besar untuk membeli sistem pendingin dan piranti pendukung lain dari pada jika mereka membeli sistem dengan tingkat performance lebih tinggi. Belum lagi jika prosesor atau piranti lain rusak dan mereka harus menggantinya. Memang tidak masuk akal, tetapi mereka akan merasakan kepuasan yang tiada tara jika mereka dapat meningkatkan kinerja sistemnya tetapi tetap stabil.

Apalagi ada situs khusus mania overclock yang memuat data-data lengkap sistem yang dioverclock, tentu hati para mania overclock akan semakin panas untuk dapat melebihi sistem overclock lain. Jangan-jangan yang perlu dipasang sistem pendingin seharusnya mania overclock itu sendiri


Dari para mania overclock inilah timbul beberapa teknologi sistem pendinginan yang berkinerja tinggi. Contohnya adalah penggunaan heatsink yang tidak lagi ekstra, tetapi sudah over besar dengan casing PC yang banyak memiliki ventilasi ditambah exhaust fan yang ekstra kuat. Selain itu kita dapat menggunakan coupled/combo heatsink, yang menyatukan dua buah heatsink. Ada juga yang menggunakan heatsink extention/tambahan, ini akan menambahkan heatsink di atas heatsink & fan standar prosesor. Kadang kala diperlukan pipa tembaga penghantar panas yang menyalurkan panas dari heatsink pertama ke heatsink tambahan. Ada juga yang menggunakan fan lebih dari satu, tentunya desain heatsink akan menyesuaikan sehingga dapat ditempelkan lebih dari satu fan.


Nah, bagi mania overclock yang tidak ada masalah dengan uang, mereka dapat menggunakan sistem pendingin berbasis air. Sistem pendingin ini bekerja seperti sistem radiator pada mobil. Sayang sistem PC jadi ribet karena adanya 2 selang yang menghubungkan blok air dengan reservoir. Tetapi bagi overclocker, itu tidak jadi masalah. Cuma hati-hati, jangan sampai bocor airnya.


Sebenarnya penggunaan sistem peltier sangat ideal bagi mania overclock karena sistem ini dapat

“membekukan” prosesor. Sayang sistem peltier ini terlalu sulit dan bermasalah untuk dipasang dan dikonfigurasikan. Belum lagi terdapat efek kondensasi atau pengembunan yang kerap kali timbul padahal sistem PC baru menyala beberapa menit. Selain itu sistem pendingin ini terkenal sangat boros karena dapat mengkonsumsi 80 sampai 130 Watt untuk kerjanya sendiri. Belum lagi Peltier sendiri menghasilkan panas kerja yang berlebih yang juga harus dibuang. Memang sistem ini dapat mendinginkan prosesor dengan sangat baik, tetapi dengan kesulitan yang ditimbulkannya, sistem inijadi tidak populer dan hanya sedikit yang mau memakainya.

Seorang overclocker telah berhasil menggabungkan
3 jenis sistem pendinginan pada PC-nya, yaitu sistem pendinginan udara, sistem pendinginan air dan yang terakhir adalah peltier. Untuk lebih jelasnya, kunjungilah situs overclokers

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....

Senin, 30 Juli 2012

mengenal bagian-bagian video card(VGA)

Mengenal Bagian-bagian Video Card ( VGA )



1. PCB (Printed Circuit Board)

Pada video card, warna dasar yang digunakan beragam. Mulai dari warna merah, hijau dan kuning keemasan.
Ada dua form factor yang digunakan. Kebanyakan berukuran standar dengan ketinggian sekitar 99 mm (tinggi bracket sekitar 127 mm) dan lebar yang bervariasi. Ukuran yang lebih mungil, dengan ketinggian setengahnya, dikenal dengan form factor low-profile. Video card semacam ini digunakan seperti pada mini PC. Sesekali ditemukan beroperasi dengan sebuah riser card.

2. GPU/VPU

Inilah inti dari sebuah video card. Sebuah IC (integrated circuit), tugasnya seperti CPU pada sebuah mother- board. Ia yang menangani proses 2D dan 3D. Biasanya tertutup oleh heatsink dan fan.

3. Memory

Untuk membedakan dengan RAM/ memory yang terinstalsi pada motherboard, lebih spesifik disebut sebagai video RAM. Kesamaan antara RAM dengan video RAM cukup banyak.
Namun pada praktiknya, RAM video card terutama seri-seri high-end, sering menggunakan chip memory yang lebih cepat ketimbang RAM motherboard.

4. Bus Interface

Untuk sekarang, pilihannya hanya ada dua macam interface. Yaitu, AGP (Acce- lerated Graphics Port) dan PCI Express. Sebelumnya sempat digunakan slot ISA dan PCI untuk video card ini.

5. Cooling System

Sempat memiliki sebuah video card yang sama sekali tidak menggunakan fan pendingin, atau bahkan tanpa heatsink? Untuk GPU terkini, sebuah hal yang hampir tidak mungkin. Dengan clock yang demikian cepat, panas selama beroperasi dapat mencapai suhu yang cukup tinggi. Sebagai informasi, suhu pada heatsink pasif (tanpa fan) sebuah video card GeForce FX5200 dapat mencapai kisaran 60°C. Dapat dibayangkan panas yang dapat dihasilkan sebuah video card kelas high-end.

6. Display Interface

Kebanyakan video card menawarkan tiga jenis port interface: DVI, VGA dan TV-Out. Dan yang lain, hanya merupakan kombinasi minor dari tiga port tersebut.
Ada yang menawarkan dual DVI, untuk dapat menghasilkan dua tampilan pada display digital. Ada yang menyertakan fasilitas dukungan output HDTV (high-definition TV), atau VIVO (video input video output). Dua yang disebut terakhir, biasanya dengan menyertakan fungsi tambahan tersebut pada port video.



JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....

sejarah dan perkembangan mouse


Sejarah Dan Perkembangan Mouse

Mouse atau yang dalam bahasa Indonesianya disebut tetikus, yang sering kita gunakan sehari-hari. Ternyata, banyak perkembangan mouse dari awal mulanya dibuat hingga mouse canggih yang sangat populer saat ini.
Mouse pertama ditemukan oleh Douglas Engelbart dari Stanford Research Institute pada tahun 1963. Mouse adalah satu dari beberapa alat penunjuk (pointing device) yang dikembangkan untuk oN Line System (NLS) milik Engelbard. Selain mouse, yang pada mulanya disebut “bug”, juga dikembangkan beberapa alat pendeteksi gerakan tubuh yang lain, misalnya alat yang diletakkan di kepala untuk mendeteksi gerakan dagu. Karena kenyamanan dan kepraktisannya maka mouse yang dipilih.


Mouse pertama berukuran besar, dan menggunakan dua buah roda yang saling tegak lurus untuk mendeteksi gerakan ke sumbu X dan sumbu Y. Engelbart kemudian mematenkannya pada 17 November 1970, dengan nama Penunjuk posisi X-Y untuk sistem tampilan grafis (X-Y Position Indicator For A Display System). Pada waktu itu, sebetulnya Engelbart bermaksud pengguna memakai mouse dengan satu tangan secara terus-menerus, sementara tangan lainnya mengoperasikan alat seperti keyboard dengan lima tombol (http://illtorro.blogspot.com/).

MOUSE BOLA

Perkembangan selanjutnya dilakukan oleh Bill English di Xerox PARC pada awal tahun 1970. Dia menggunakan bola yang dapat berputar kesegala arah, kemudian putaran bola tersebut dideteksi oleh roda-roda sensor didalam mouse tersebut. Pengembangan tipe ini kemudian melahirkan mouse tipe Trackball, yaitu jenis mouse terbalik dimana pengguna menggerakkan bola dengan jari, yang populer antara tahun 1980 sampai 1990.
Xerox PARC juga mempopulerkan penggunaan keyboard QWERTY dengan dua tangan dan menggunakan mouse pada saat dibutuhkan saja. Mouse saat ini mengikuti desain École polytechnique fédérale de Lausanne (EPFL) yang diinspirasikan oleh Professor Jean-Daniel Nicoud.Beberapa paten desain mouse (dari kiri ke kanan): Buatan mouse buatan Engelbard, mouse bola dengan 4 roller oleh Rider, dan mouse bola dengan 2 roller dan sebuah pegas oleh Opocentsky (seperti pada mouse bola saat ini).

MOUSE OPTIKAL

Selain mouse bola, saat ini banyak digunakan mouse optikal. Mouse optikal lebih unggul dari mouse bola karena lebih akurat dan perawatannya lebih mudah dibandingkan mouse bola. Mouse optikal tidak perlu dibersihkan, berbeda dengan mouse bola yang harus sering dibersihkan karena banyak debu yang menempel pada bolanya.
Mouse optikal pertama dibuat oleh Steve Kirsch dari Mouse Systems Corporation. Mouse jenis ini menggunakan LED (light emitting diode) dan photo dioda untuk mendeteksi gerakan mouse. Mouse optikal pertama hanya dapat digunakan pada alas (mousepad) khusus yang berwarna metalik bergaris-garis biru--abu-abu.
Mouse optikal saat ini dapat digunakan hampir di semua permukaan padat dan rata, kecuali permukaan yang memantulkan cahaya. Mouse optikal saat ini bekerja dengan menggunakan sensor optik yang menggunakan LED sebagai sumber penerangan untuk mengambil beribu-ribu frame gambar selama mouse bergerak. Perubahan dari frame-frame gambar tersebut diterjemahkan oleh chip khusus menjadi posisi X dan Y yang kemudian dikirim ke komputer.

MOUSE LASER

Mouse laser pertama kali diperkenalkan oleh Logitech, perusahaan mouse terkemuka yang bekerja sama dengan Agilent Technologies pada tahun 2004, dengan nama Logitech MX 1000. Logitech mengklaim bahwa mouse laser memilki tingkat akurasi 20 kali lebih besar dari mouse optikal. Dasar kerja mouse optikal dan mouse laser hampir sama, perbedaannya hanya penggunaan laser kecil sebagai pengganti LED digunakan oleh mouse optikal. Saat ini mouse laser belum banyak digunakan, mungkin karena harganya yang masih mahal.

Dari semua perkembangan mouse, yang tidak banyak berubah adalah jumlah tombolnya. Semua mouse memiliki tombol antara satu sampai tiga buah. Mouse pertama memiliki satu tombol. Kebanyakan mouse saat ini, yang didesain untuk Microsoft Windows, memiliki dua tombol. Beberapa mouse modern juga memiliki sebuah Wheel untuk mempermudah scrolling. Sementara itu, Apple memperkenalkan mouse satu tombol, yang tidak berubah hingga kini.

Mouse satu tombol Apple : Apple Macintosh Plus mouse tahun 1986

Mouse satu tombol Apple : Mouse terbaru Apple yang artistik

Mouse modern juga sudah banyak yang tanpa kabel, yaitu menggunakan teknologi wireless seperti Infra Red, gelombang radio ataupun Bluetooth. Mouse wireless yang populer saat ini menggunakan gelombang radio ataupun Bluetooth. Sedangkan mouse yang menggunakan Infra Red kurang begitu populer karena jarak jangkauannya yang terbatas, selain itu juga kurang praktis karena antara mouse dan penerimanya tidak boleh terhalang.

Demikian penjelasan singkat tentang sejarah dan perkembangan mouse dari saya, semoga bermanfaat bagi anda. Jika Tertarik KOPAS aja ........

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....

Sabtu, 28 Juli 2012

tropologi jaringan

Macam-Macam Topologi Jaringan


Arsitektur topologi merupakan bentuk koneksi fisik untuk menghubungkan setiap node pada sebuah jaringan. Pada sistem LAN terdapat tiga topologi utama yang paling sering digunakan: bus, star, dan ring. Topologi jaringan ini kemudian berkembang menjadi topologi tree dan mesh yang merupakan kombinasi dari star, mesh, dan bus. Dengan populernya teknologi nirkabel dewasa ini maka lahir pula satu topologi baru yaitu topologi wireless. 

Berikut topologi-topologi yang dimaksud :

1. Topologi Bus
2. Topologi Ring (Cincin)
3. Topologi Star (Bintang)
4. Topologi Tree (Pohon)
5. Topologi Mesh (Tak beraturan)
6. Topologi Wireless (Nirkabel)

Topologi Bus
Gambar 1: Prinsip Topologi Bus

Topologi bus ini sering juga disebut sebagai topologi backbone, dimana ada sebuah kabel coaxial yang dibentang kemudian beberapa komputer dihubungkan pada kabel tersebut.
  • Secara sederhana pada topologi bus, satu kabel media transmisi dibentang dari ujung ke ujung, kemudian kedua ujung ditutup dengan “terminator” atau terminating-resistance (biasanya berupa tahanan listrik sekitar 60 ohm).
  • Pada titik tertentu diadakan sambungan (tap) untuk setiap terminal.
  • Wujud dari tap ini bisa berupa “kabel transceiver” bila digunakan “thick coax” sebagai media transmisi.
  • Atau berupa “BNC T-connector” bila digunakan “thin coax” sebagai media transmisi.
  • Atau berupa konektor “RJ-45” dan “hub” bila digunakan kabel UTP.
  • Transmisi data dalam kabel bersifat “full duplex”, dan sifatnya “broadcast”, semua terminal bisa menerima transmisi data.
Gambar 2: Koneksi Kabel-Transceiver Pada Topologi Bus

  • Suatu protokol akan mengatur transmisi dan penerimaan data, yaitu Protokol Ethernet atau CSMA/CD.
  • Pemakaian kabel coax (10Base5 dan 10Base2) telah distandarisasi dalam IEEE 802.3, yaitu sbb:
  • Melihat bahwa pada setiap segmen (bentang) kabel ada batasnya maka diperlukan “Repeater” untuk menyambungkan segmen-segmen kabel.
Gambar 3 : Perluasan Topologi Bus Menggunakan Repeater

Kelebihan topologi Bus adalah:
  • Instalasi relatif lebih murah
  • Kerusakan satu komputer client tidak akan mempengaruhi komunikasi antar client lainnya
  • Biaya relatif lebih murah

Kelemahan topologi Bus adalah:
  • Jika kabel utama (bus) atau backbone putus maka komunikasi gagal
  • Bila kabel utama sangat panjang maka pencarian gangguan menjadi sulit
  • Kemungkinan akan terjadi tabrakan data(data collision) apabila banyak client yang mengirim pesan dan ini akan menurunkan kecepatan komunikasi.

Topologi Ring (Cincin)

Gambar 4: Prinsip Koneksi Topologi Ring

Topologi ring biasa juga disebut sebagai topologi cincin karena bentuknya seperti cincing yang melingkar. Semua komputer dalam jaringan akan di hubungkan pada sebuah cincin. Cincin ini hampir sama fungsinya dengan concenrator pada topologi star yang menjadi pusat berkumpulnya ujung kabel dari setiap komputer yang terhubung.
  • Secara lebih sederhana lagi topologi cincin merupakan untaian media transmisi dari satu terminal ke terminal lainnya hingga membentuk suatu lingkaran, dimana jalur transmisi hanya “satu arah”.
  • Tiga fungsi yang diperlukan dalam topologi cincin : penyelipan data, penerimaan data, dan pemindahan data.
  • Melihat bahwa pada setiap segmen (bentang) kabel ada batasnya maka diperlukan “Repeater” untuk menyambungkan segmen-segmen kabel.
  • Penyelipan data adalah proses dimana data dimasukkan kedalam saluran transmisi oleh terminal pengirim setelah diberi alamat dan bit-bit tambahan lainnya.
  • Penerimaan data adalah proses ketika terminal yang dituju telah mengambil data dari saluran, yaitu dengan cara membandingkan alamat yang ada pada paket data dengan alamat terminal itu sendiri. Apabila alamat tersebut sama maka data kiriman disalin.
  • Pemindahan data adalah proses dimana kiriman data diambil kembali oleh terminal pengirim karena tidak ada terminal yang menerimanya (mungkin akibat salah alamat). Jika data tidak diambil kembali maka data ini akan berputar-putar dalama saluran. Pada jaringan bus hal ini tidak akan terjadi karena kiriman akan diserap oleh “terminator”.
  • Pada hakekatnya setiap terminal dalam jaringan cincin adalah “repeater”, dan mampu melakukan ketiga fungsi dari topologi cincin.
  • Sistem yang mengatur bagaimana komunikasi data berlangsung pada jaringan cincin sering disebut token-ring.
  • Kemungkinan permasalahan yang bisa timbul dalam jaringan cincin adalah:
  1. Kegagalan satu terminal / repeater akan memutuskan komunikasi ke semua terminal.
  2. Pemasangan terminal baru menyebabkan gangguan terhadap jaringan, terminal baru harus mengenal dan dihubungkan dengan kedua terminal tetangganya.
Topologi Star (Bintang)
Gambar 5: Prinsip Koneksi Topologi Star

Disebut topologi star karena bentuknya seperti bintang, sebuah alat yang disebut concentrator bisa berupa hub atau switch menjadi pusat, dimana semua komputer dalam jaringan dihubungkan ke concentrator ini.
  • Pada topologi Bintang (Star) sebuah terminal pusat bertindak sebagai pengatur dan pengendali semua komunikasi yang terjadi. Terminal-terminal lainnya melalukan komunikasi melalui terminal pusat ini.
  • Terminal kontrol pusat bisa berupa sebuah komputer yang difungsikan sebagai pengendali tetapi bisa juga berupa “HUB” atau “MAU” (Multi Accsess Unit).
  • Terdapat dua alternatif untuk operasi simpul pusat.
  • Simpul pusat beroperasi secara “broadcast” yang menyalurkan data ke seluruh arah. Pada operasi ini walaupun secara fisik kelihatan sebagai bintang namun secara logik sebenarnya beroperasi seperti bus. Alternatif ini menggunakan HUB.
  • Simpul pusat beroperasi sebagai “switch”, data kiriman diterima oleh simpul kemudian dikirim hanya ke terminal tujuan (bersifat point-to-point), akternatif ini menggunakan MAU sebagai pengendali.
  • Bila menggunakan HUB maka secara fisik sebenarnya jaringan berbentuk topologi Bintang namun secara logis bertopologi Bus. Bila menggunakan MAU maka baik fisik maupun logis bertopologi Bintang.
Kelebihan topologi bintang :
  • Karena setiap komponen dihubungkan langsung ke simpul pusat maka pengelolaan menjadi mudah, kegagalan komunikasi mudah ditelusuri.
  • Kegagalan pada satu komponen/terminal tidak mempengaruhi komunikasi terminal lain.
Kelemahan topologi bintang: 
  • Kegagalan pusat kontrol (simpul pusat) memutuskan semua komunikasi
  • Bila yang digunakan sebagai pusat kontrol adalah HUB maka kecepatan akan berkurang sesuai dengan penambahan komputer, semakin banyak semakin lambat.
  •  
Topologi Tree (Pohon)
Gambar 6: Prinsip Koneksi Topologi Tree
  • Topologi pohon adalah pengembangan atau generalisasi topologi bus. Media transmisi merupakan satu kabel yang bercabang namun loop tidak tertutup.
  • Topologi pohon dimulai dari suatu titik yang disebut “headend”. Dari headend beberapa kabel ditarik menjadi cabang, dan pada setiap cabang terhubung beberapa terminal dalam bentuk bus, atau dicabang lagi hingga menjadi rumit.
  • Ada dua kesulitan pada topologi ini:
  1. Karena bercabang maka diperlukan cara untuk menunjukkan kemana data dikirim, atau kepada siapa transmisi data ditujukan.
  2. Perlu suatu mekanisme untuk mengatur transmisi dari terminal terminal dalam jaringan. 
Topologi Mesh (Tak beraturan)
 Gambar 7: Prinsip Koneksi Topologi Mesh
  • Topologi Mesh adalah topologi yang tidak memiliki aturan dalam koneksi. Topologi ini biasanya timbul akibat tidak adanya perencanaan awal ketika membangun suatu jaringan.
  • Karena tidak teratur maka kegagalan komunikasi menjadi sulit dideteksi, dan ada kemungkinan boros dalam pemakaian media transmisi.
Topologi Wireless (Nirkabel)
  • Jaringan nirkabel menjadi trend sebagai alternatif dari jaringan kabel, terutama untuk pengembangan LAN tradisional karena bisa mengurangi biaya pemasangan kabel dan mengurangi tugas-tugas relokasi kabel apabila terjadi perubahan dalam arsitektur bangunan dsb. Topologi ini dikenal dengan berbagai nama, misalnya WLAN, WaveLAN, HotSpot, dsb.
  • Model dasar dari LAN nirkabel adalah sbb:
Gambar 8: Prinsip LAN Nirkabel
  • Blok terkecil dari LAN Nirkabel disebut Basic Service Set (BSS), yang terdiri atas sejumlah station / terminal yang menjalankan protokol yang sama dan berlomba dalam hal akses menuju media bersama yang sama.
  • Suatu BSS bisa terhubung langsung atau terpisah dari suatu sistem distribusi backbone melalui titik akses (Access Point).
  • Protokol MAC bisa terdistribusikan secara penuh atau terkontrol melalui suatu fungsi kordinasi sentral yang berada dalam titik akses.
  • Suatu Extended Service Set (ESS) terdiri dari dua atau lebih BSS yang dihubungkan melalui suatu sistem distribusi.
  • Interaksi antara LAN nirkabel dengan jenis LAN lainnya digambarkan sebagai berikut:
Gambar 9: Koneksi Jaringan Nirkabel
  1. Pada suatu jaringan LAN bisa terdapat LAN berkabel backbone, seperti “Ethernet” yang mendukung server, workstation, dan satu atau lebih bridge / router untuk dihubungkan dengan jaringan lain. Selain itu terdapat modul kontrol (CM) yang bertindak sebagai interface untuk jaringan LAN nirkabel. CM meliputi baik fungsi bridge ataupun fungsi router untuk menghubungkan LAN nirkabel dengan jaringan induk. Selain itu terdapat Hub dan juga modul pemakai (UM) yang mengontrol sejumlah stasiun LAN berkabel.
  2. Penggunaan teknologi LAN nirkabel lainnya adalah untuk menghubungkan LAN pada bangunan yang berdekatan.
  3. Syarat-syarat LAN nirkabel :
  • Laju penyelesaian: protokol medium access control harus bisa digunakan se-efisien mungkin oleh media nirkabel untuk memaksimalkan kapasitas.
  • Jumlah simpul: LAN nirkabel perlu mendukung ratusan simpul pada sel-sel multipel.
  • Koneksi ke LAN backbone: modul kontrol (CM) harus mampu menghubungkan suatu jaringan LAN ke jaringan LAN lainnya atau suatu jaringan ad-hoc nirkabel.
  • Daerah layanan: daerah jangkauan untuk LAN nirkabel biasanya memiliki diameter 100 hingga 300 meter.
  • Kekokohan dan keamanan transmisi: sistem LAN nirkabel harus handal dan mampu menyediakan sistem pengamanan terutama penyadapan.
      4. Teknologi LAN nirkabel:
  • LAN infrared (IR) : terbatas dalam sebuah ruangan karena IR tidak mampu menembus dinding yang tidak tembus cahaya.
  • LAN gelombang radio : terbatas dalam sebuah kompleks gedung, seperti bluetooth, WiFi, dan HomeRF.
  • LAN spektrum penyebaran: beroperasi pada band-band ISM (industrial, scientific, medical) yang tidak memerlukan lisensi.
  • Gelombang mikro narrowband : beroperasi pada frekuensi gelombang mikro yang tidak termasuk dalam spektrum penyebaran.

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ...

pengertian frontpage

 Pengertian Frontpage


Microsoft FrontPage (MS FrontPage) adalah sebuah program untuk membuat, mendesain, dan mengedit halaman World Wide Web seperti menambahkan text, images, table, form, dan elemen lain di halaman Web. MS FrontPage menampilkan itu semua seperti apa yang ditampilkan di Web browser. Secara otomatis file akan menjadi sebuah kode HTML (Hyper Text MarkUpLanguage).
Frontpage dirancang sebagai tool yang mudah untuk menghasilkan halaman atau situs web, tanpa perlu pemrograman. Contoh hasilnya seperti Gambar 2.4.
Ada beberapa tahap yang diperlukan untuk mendisain situs web, yaitu:
1. Membuat daftar kebutuhan dan menetapkan tujuan
2. Mengorganisasi informasi
3. Menentukan struktur aplikasi
4. Menentukan struktur navigasi

Tampilan pada Frontpage seperti pada gambar di bawah ini :

Tampilan frontpage


B. Cara Membuat Frontpage

Home page adalah halaman awal yang akan dibuka ketika seseorang mengunjungi situs web kita. Tahap pertama membuat situs adalah membuat home page. Dan langkah yang diperlukan adalah:

1. Jalankan Microsoft FrontPage XP.
Tampilan Microsoft Frontpage,Tampilan frontpage

2. Dari menu File arahkan ke New, lalu klik Page or Web. Muncul Task Pane dengan tema New Page or Web.
task pane baru
3. Pada task pane, di bawah kelompok New from Template, klik icon Web SiteTemplates. Lihat Gambar 2.b. Muncul kotak dialog Web Site Templates (lihatGambar 2.c).
Photobucket
4. Klik icon One Page Web, Kemudian klik OK FrontPage XP akan membuat sebuah web site pada server, yaitu komputer Anda sendiri yang bernama master. Hasilnya berupa suatu situs dengan sebuah halaman kosong seperti Gambar 2.2d.
5. Jika belum tampak halaman putih di bidang sebelah kanan, pada Folder List klik ganda icon Default.htm.
6. Kemudian tuliskan kalimat: “Selamat Datang di Web Site pertama saya”. (Pada Gambar (2.2e)
7. Pada toolbar klik tombol Save, atau aktifkan File _ Save.
8. Kemudian klik Preview in Browser, atau aktifkan File _ Preview in Browser.
Browser akan diaktifkan dan menampilkan halaman Anda, hasilnya seperti gambar 2.2f.

9. Tutuplah browser dan kembali ke FrontPage XP, selanjutnya Anda bias menambahkan kalimat Anda sendiri.
10. Gunakan tombol-tombol yang ada di toolbar Formatting untuk mengatur format teks agar lebih menarik.

udah dulu ya... Ikuti terus Tutorial ok.

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....

dasar-dasar microsoft acces

Dasar-Dasar Microsoft Access


Microsoft Access merupakan salah satu program pengolah data base yang canggih yang digunakan untuk mengolah berbagai jenis data dengan pengoperasian yang mudah. Selain itu, microsoft access merupakan program aplikasi yang akan membantu dalam merancan, membuat dan megelola database. Program aplikasi ini mudah dipakai dan fleksibel serta diintegrasikan dengan program aplikasi lainnya.
Banyak kemudahan yang akan diperoleh jika bekerja dengan microsoft Access diantara dapat melakukan proses penyortiran pengaturan data, pembuatan label data serta laporan pembuatan data kegiatan sehari-hari misalnya untuk menampung daftar pelanggan, pendataan data karyawan, dan lain sebagainya.

2.1. Memulai Microsoft Access

Untuk memulai microsoft Access pada dasarnya hampir sama antara Taskbar Windows 95 – 2000 yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Klik Start yang ada pada taksbar

2. Pilih dan klik menu Program > Microsoft Access. Tunggu sampai jendela kerja Microsoft Access ditampilkan
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar berikut :


2.2. Lembar Kerja Microsoft Access

Pada saat Anda pertama kali menjalankan microsoft Access maka akan tampil kotak dialog dimana memungkinkan Anda dapat membuat data base baru dengan dua cara :

1. Blank Access Database
2. Access database Wizards.


Jika Anda tidak menginginkan tampilan Kotak Dialog pada saat pertama kali dijalankan program MS Access Anda dapat memilih perintah option pada menu tools dan matikan Check Box, Starup Dialog, pada tab Sheet View.

Berikut ini adalah pilihan yang ada pada kotak dialog MS Access


2.3. Menutup Microsoft Access

Menutup MS Access berarti keluar dari program MS Access. Untuk keluar dari program MS Access dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut ini :


b. Tekan tombol kombinasi shorcut Key Alt + F4

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....

pengertian hyper-threading prosesor

Sebutan resmi untuk teknologi Hyper-threading adalah Hyper-Threading Technology yang disingkat dengan sebutan HTT. Teknologi karya Intel ini merupakan pengembangan dari teknologi Super-threading yang sebelumnya pernah diterapkan di prosesor Xeon (prosesor untuk server). Hyper-threading adalah bentuk inovasi teknologi yang lebih maju, yang menggunakan teknologi simultaneous multithreading (SMT), yang kemudian diterapkan pada beberapa varian prosesor Pentium 4, baik yang versi prosesor desktop maupun mobile Teknologi Hyper-threading ini tidak diterapkan di generasi prosesor Pentium M berbasis core, Merom, Conroe dan Woodcrest.


Perlu pula diketahui, penggunaan teknologi hyper-treading ini ternyata tidak efisien dalam penggunaan energi. Masalah inilah yang menjadi pertimbangan mengapa teknologi hyper-threading ini tidak diterapkan pada prosesor-prosesor baru berbasis core. Teknologi Hyper-threading sendiri dapat digambarkan sebagai berikut:

Sebuah prosesor yang dilengkapi teknologi hyper-threading oleh software ‘Operating system’ dianggap terdiri dari 2 prosesor (2 ‘logical’ processor). Dengan demikian ‘operating system’ dapat bekerja secara simultan di kedua prosesor (‘logical’ prosesor) tersebut. Hal ini mengakibatkan prosesor dapat memproses beberapa pekerjaan (berkas/tugas) sekaligus, sehingga pemrosesan berjalan lebih cepat dan memperpendek waktu kerja.

Boleh juga dikatakan, dengan adanya teknologi Hyper-threading ini memungkinkan sebuah prosesor bekerja seperti ‘dual prosesor’, atau prosesor tunggal dibaca seolah-olah menjadi ganda. Hal ini terjadi karena teknologi ini bekerja dengan cara menggandakan (menduplikasi) bagian/seksi tertentu dari prosesor (menyimpan catatan arsitektur prosesor).

Teknologi hyper-threading mampu meningkatkan performa prosesor hingga 40 %, bahkan ada yang menjelaskan dapat meningkatkan kemampuan proses kerja hingga dua kali lipat. Pihak Intel sendiri menyatakan bahwa kecepatan Pentium 4 Hyper-threading mampu meningkat 30% dibandingkan Pentium 4 non Hyper-threading. Pada beban kerja yang berat, teknologi hyper-threading mampu meningkatkan performa prosesor Pentium 4, yaitu menghasilkan kinerja yang lebih baik/cepat dibandingkan prosesor Pentium 4 tanpa teknologi hyper-threading. Akan tetapi, perbaikan performa ini juga sangat bergantung program aplikasi yang digunakan. Beberapa program justru menurun performanya ketika teknologi Hyper-threading ini diaktifkan. Kadangkala penurunan performa ini bersifat unik di Pentium 4 (bervariasi bergantung nuansa arsitektur prosesornya). Penurunan tersebut sebenarnya bukan sifat/karakteristik simultaneous multithreading.

Perlu diketahui bahwa fungsi hyper-threading ini bisa bekerja optimal bila didukung oleh sistem operasi yang sesuai, misalnya Windows XP. Selain bergantung pada dukungan sistem operasi, juga bergantung pada:
  • Dukungan chipset yang digunakan pada motherboard
  • Dukungan BIOS untuk mengatur aktif tidaknya fungsi HT dari BIOS
  • Dukungan aplikasi software yang digunakan
Teknologi Hyper-Threading adalah teknologi eksklusif milik Intel, tidak dimiliki oleh prosesor-prosesor yang bukan produksi Intel.

JANGAN LUPA BACA ARTIKEL INI YA ....

kualitas dvd drive

Kelebihan DVD DRIVE dibanding dengan CD ROM

  • DVD mampu memainkan video digital dengan kualitas yang sangat tinggi selama 2jam penuh. Bahkan untuk satu keping dual-layer, double-sided mampu memainkan video digital dengan kualitas yang sama selama 8jam penuh. Semua ini setara dengan 30jam video dalam kulitas VHS.
  • DVD juga mendukung film yang menggunakan layar widescreen (yang berasio 4:3 dan 16:9).
  • DVD mampu menyimpan semua filmnya dalam 9 angle kamera yang berbeda.
  • DVD mampu menyimpan 32 judul lagu karaoke.
  • DVD mampu menyimpa 8 track Digital audio untuk berbagai bahasa, yang masing-maing memiliki delapan channel.
  • DVD mampu memberikan on-screen menu dan interactif fitur seperti behind the scene, games, interview dan masih banyak lagi.
  • DVD dapat memuat DVD dengan berbagai bahasa, mulai dari percakapan, subtittle, nama lagu, dan sebagainya.
  • Rewind dan Foward yang lebih instant. Atau bahkan memilih lewat chapter dan waktu (time code).
  • DVD lebih tahan lama dari CD, sebab data dalam DVD tidak semudah rusak data dalam CD. Selain itu DVD juga lebih tahan terhadap panas.
Pada DVD player yang digunakan juga akan terdapat beberapa fitur tambahan yang tidak dimiliki oleh CD player biasa. Namun berfungsinya fitur-fitur ini tergantung juga oleh DVD yang dimainkan. Antara lain fitur pada player adalah:
  • Pemilihan bahasa untuk subtittle, memilih track audio dan scene pada film.
  • Spesial effect seperti Freeze (diam), Slow (perlahan-lahan), Fast (cepatcepat), dan sebagainya.
  • Parental lock untuk beberapa film yang memuat gambar-gambar yang tidak boleh dikonsusmsi oleh anak-anak.
  • Memilih output suara, PCM Stereo atau Dolby Digital.
  • Digital Zoom (2x atau 4x) ini adalah salah satu fitur yang tidak bergantung dari DVD yang sedang dimainkan.


Bagaimana dengan kualitas DVD Video


DVD yang sebenarnya adalah menggunakan format MPEG-2. Baik gambar maupun suara yang dihasilkan oleh format ini jauh lebih baik dari CD ataupun VHS. Namun sayangnya untuk menghemat biaya produksi kadang bukan format MPEG-2 yang diperoleh melainkan format MPEG-1. Format MPEG-1 memiliki kualitas yang tidak sebanding dengan MPEG-2. kualitas MPEG-1 sama mirip dengan VHS. Format MPEG-2 menggunakan sistem kompresi Loosy Compression yang menghapus informasi-informasi tidak penting, seperti beberapa area pada gambar yang tidak mengalami perubahan sama sekali atau menghapuskan beberapa informasi yang tidak akan ditangkap oleh mata manusia.

Kualitas Audio yang dimiliki oleh DVD juga berkualitas tinggi. Jauh lebih baik dari CD Audio, karena audio pada DVD menggunakan ukuran dan sampling rate yang lebih besar dari CD Audio. Pada DVD Video, file audio tidak menjadi satu dengan file gambar. Dan kualitas audio yang dimiliki oleh audio pada DVD video sama dengan kualitas yang ada pada ruang teater, yaitu multi channel surround sound menggunakan Dolby Digital. Atau DTS. Dalam hal kompresi, Dolby Digital atau DTS dapat memiliki kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dari CD Audio.

heat sink

Heat sink

This article is about components used to cool devices that generate high temperatures. For other uses, see Heat sink (disambiguation)
Figure 1: A fan-cooled heat sink on the processor of a personal computer. To the right is a smaller heat sink cooling another integrated circuit of the motherboard.
In electronic systems, a heat sink is a passive component that cools a device by dissipating heat into the surrounding air. Heat sinks are used to cool electronic components such as high-power semiconductor devices, and optoelectronic devices such as higher-power lasers and light emitting diodes (LEDs). Heat sinks are heat exchangers such as those used in refrigeration and air conditioning systems, or the radiator in an automobile.
A heat sink is designed to increase the surface area in contact with the cooling medium surrounding it, such as the air. Approach air velocity, choice of material, fin (or other protrusion) design and surface treatment are some of the factors which affect the thermal performance of a heat sink. Heat sinks are used to cool computer central processing units or graphics processors. Heat sink attachment methods and thermal interface materials also affect the eventual die temperature of the integrated circuit. Thermal adhesive or thermal grease fills the air gap between the heat sink and device to improve its thermal performance. Theoretical, experimental and numerical methods can be used to determine a heat sink's thermal performance.

Contents

Basic heat sink heat transfer principle

A heat sink is an object that transfers thermal energy from a higher temperature to a lower temperature fluid medium. The fluid medium is frequently air, but can also be water or in the case of heat exchangers, refrigerants and oil. If the fluid medium is water, the 'heat sink' is frequently called a cold plate. In thermodynamics a heat sink is a heat reservoir that can absorb an arbitrary amount of heat without significantly changing temperature. Practical heat sinks for electronic devices must have a temperature higher than the surroundings to transfer heat by convection, radiation, and conduction.
To understand the principle of a heat sink, consider Fourier's law of heat conduction. Joseph Fourier was a French mathematician who made important contributions to the analytical treatment of heat conduction.[1] Fourier's law of heat conduction, simplified to a one-dimensional form in the x-direction, shows that when there is a temperature gradient in a body, heat will be transferred from the higher temperature region to the lower temperature region. The rate at which heat is transferred by conduction, q_k, is proportional to the product of the temperature gradient and the cross-sectional area through which heat is transferred.
q_k = -k A \frac{dT}{dx}
Figure 2: Sketch of a heat sink in a duct used to calculate the governing equations from conservation of energy and Newton’s law of cooling.
Consider a heat sink in a duct, where air flows through the duct, as shown in Figure 2. It is assumed that the heat sink base is higher in temperature than the air. Applying the conservation of energy, for steady-state conditions, and Newton’s law of cooling to the temperature nodes shown in Figure 2 gives the following set of equations.
\dot{Q} = \dot{m}c_{p,in}(T_{air,out} - T_{air,in}) (1)
\dot{Q} = \frac{T_{hs} - T_{air,av}}{R_{hs}} (2)
where
T_{air,av} = \frac{T_{air,out} + T_{air,in}}{2} (3)
Using the mean air temperature is an assumption that is valid for relatively short heat sinks. When compact heat exchangers are calculated, the logarithmic mean air temperature is used. \dot{m} is the air mass flow rate in kg/s.
The above equations show that
  • When the air flow through the heat sink decreases, this results in an increase in the average air temperature. This in turn increases the heat sink base temperature. And additionally, the thermal resistance of the heat sink will also increase. The net result is a higher heat sink base temperature.
    • The increase in heat sink thermal resistance with decrease in flow rate will be shown in later in this article.
  • The inlet air temperature relates strongly with the heat sink base temperature. For example, if there is recirculation of air in a product, the inlet air temperature is not the ambient air temperature. The inlet air temperature of the heat sink is therefore higher, which also results in a higher heat sink base temperature.
  • If there is no air flow around the heat sink, energy cannot be transferred.
  • A heat sink is not a device with the "magical ability to absorb heat like a sponge and send it off to a parallel universe".[2]
Natural convection requires free flow of air over the heat sink. If fins are not aligned vertically, or if pins are too close together to allow sufficient air flow between them, the efficiency of the heat sink will decline.

Design factors which influence the thermal performance of a heat sink

Thermal resistance

For semiconductor devices used in a variety of consumer and industrial electronics, the idea of thermal resistance simplifies the selection of heat sinks. The heat flow between the semiconductor die and ambient air is modeled as a series of resistances to heat flow; there is a resistance from the die to the device case, from the case to the heat sink, and from the heat sink to the ambient. The sum of these resistances is the total thermal resistance from the die to the ambient. Thermal resistance is defined as temperature rise per unit of power, analogous to electrical resistance, and is expressed in units of degrees Celsius per watt (C/W). If the device dissipation in watts is known, and the total thermal resistance is calculated, the temperature rise of the die over ambient can be calculated.
The idea of thermal resistance of a semiconductor heat sink is an approximation. It does not take into account non-uniform distribution of heat over a device or heat sink. It only models a system in thermal equilibrium, and does not take into account the change in temperatures with time. Nor does it reflect the non-linearity of radiation and convection with respect to temperature rise. However, manufacturers tabulate typical values of thermal resistance for heat sinks and semiconductor devices, which allows selection of commercially manufactured heat sinks to be simplified. [3]
Commercial extruded aluminium heat sinks have a thermal resistance (heat sink to ambient air) ranging from 0.4 C/W for a large sink meant for TO3 devices, up to as high as 85 C/W for a clip-on heat sink for a TO92 small plastic case.[3] The famous, popular, historic and notable 2N3055 power transistor in a TO3 case has an internal thermal resistance from junction to case of 1.52 C/W. [4] The contact between the device case and heat sink may have a thermal resistance of between 0.5 up to 1.7 C/W, depending on the case size, and use of grease or insulating mica washer. [3]

Material

The most common heat sink materials are aluminium alloys.[5] Aluminium alloy 1050A has one of the higher thermal conductivity values at 229 W/m•K [6] but is mechanically soft. Aluminium alloys 6061 and 6063 are commonly used, with thermal conductivity values of 166 and 201 W/m•K, respectively. The values depend on the temper of the alloy.
Copper has around twice the conductivity of aluminium and faster heat dissipation, but is three times as dense [5] and, depending on the market, around four to six times more expensive than aluminium. [5] Aluminium can be extruded, but copper can not. Copper heat sinks are machined and skived. Another method of manufacture is to solder the fins into the heat sink base.
Diamond is another heat sink material, and its thermal conductivity of 2000 W/m•K exceeds copper five-fold. [7][unreliable source?] In contrast to metals, where heat is conducted by delocalized electrons, lattice vibrations are responsible for diamond's very high thermal conductivity. For thermal management applications, the outstanding thermal conductivity and diffusivity of diamond is an essential. Nowadays synthetic diamond is used as submounts for high-power integrated circuits and laser diodes.
Composite materials can be used. Examples are a copper-tungsten pseudoalloy, AlSiC (silicon carbide in aluminium matrix), Dymalloy (diamond in copper-silver alloy matrix), and E-Material (beryllium oxide in beryllium matrix). Such materials are often used as substrates for chips, as their thermal expansion coefficient can be matched to ceramics and semiconductors.

Fin efficiency

Fin efficiency is one of the parameters which makes a higher thermal conductivity material important. A fin of a heat sink may be considered to be a flat plate with heat flowing in one end and being dissipated into the surrounding fluid as it travels to the other.[8] As heat flows through the fin, the combination of the thermal resistance of the heat sink impeding the flow and the heat lost due to convection, the temperature of the fin and, therefore, the heat transfer to the fluid, will decrease from the base to the end of the fin. Fin efficiency is defined as the actual heat transferred by the fin, divided by the heat transfer were the fin to be isothermal (hypothetically the fin having infinite thermal conductivity). Equations 6 and 7 are applicable for straight fins.
\eta_f = \frac{\tanh(mL_c)}{mL_c}[9] (6)
mL_c = \sqrt{\frac{2h_f}{k t_f}}L_f[9] (7)
Where:
  • hf is the convection coefficient of the fin
    • Air: 10 to 100 W/(m2K)
    • Water: 500 to 10,000 W/(m2K)
  • k is the thermal conductivity of the fin material
    • Aluminium: 120 to 240 W/(m·K)
  • Lf is the fin height (m)
  • tf is the fin thickness (m)
Fin efficiency is increased by decreasing the fin aspect ratio (making them thicker or shorter), or by using more conductive material (copper instead of aluminium, for example).

Spreading resistance

Another parameter that concerns the thermal conductivity of the heat sink material is spreading resistance. Spreading resistance occurs when thermal energy is transferred from a small area to a larger area in a substance with finite thermal conductivity. In a heat sink, this means that heat does not distribute uniformly through the heat sink base. The spreading resistance phenomenon is shown by how the heat travels from the heat source location and causes a large temperature gradient between the heat source and the edges of the heat sink. This means that some fins are at a lower temperature than if the heat source were uniform across the base of the heat sink. This nonuniformity increases the heat sink's effective thermal resistance.
To decrease the spreading resistance in the base of a heat sink:
  • Increase the base thickness
  • Choose a different material with better thermal conductivity
  • Use a vapor chamber or heat pipe in the heat sink base.

Fin arrangements

Figure 5: A pin-, straight- and flared fin heat sink types
A pin fin heat sink is a heat sink that has pins that extend from its base. The pins can be cylindrical, elliptical or square. A pin is by far one of the more common heat sink types available on the market. A second type of heat sink fin arrangement is the straight fin. These run the entire length of the heat sink. A variation on the straight fin heat sink is a cross cut heat sink. A straight fin heat sink is cut at regular intervals.
In general, the more surface area a heat sink has, the better it works.[2] However, this is not always true. The concept of a pin fin heat sink is to try to pack as much surface area into a given volume as possible.[2] As well, it works well in any orientation. Kordyban[2] has compared the performance of a pin fin and a straight fin heat sink of similar dimensions. Although the pin fin has 194 cm2 surface area while the straight fin has 58 cm2, the temperature difference between the heat sink base and the ambient air for the pin fin is 50 °C. For the straight fin it was 44 °C or 6 °C better than the pin fin. Pin fin heat sink performance is significantly better than straight fins when used in their intended application where the fluid flows axially along the pins (see figure 17) rather than only tangentially across the pins.
Comparison of a pin fin and straight fin heat sink of similar dimensions. Adapted from data of[2]
Heat sink fin type Width [cm] Length [cm] Height [cm] Surface area [cm²] Volume [cm³] Temperature difference, Tcase−Tair [°C]
Straight 2.5 2.5 3.2 58 20 44
Pin 3.8 3.8 1.7 194 24 51
Another configuration is the flared fin heat sink; its fins are not parallel to each other, as shown in figure 5. Flaring the fins decreases flow resistance and makes more air go through the heat sink fin channel; otherwise, more air would bypass the fins. Slanting them keeps the overall dimensions the same, but offers longer fins. Forghan, et al.[10] have published data on tests conducted on pin fin, straight fin and flared fin heat sinks. They found that for low approach air velocity, typically around 1 m/s, the thermal performance is at least 20% better than straight fin heat sinks. Lasance and Eggink[11] also found that for the bypass configurations that they tested, the flared heat sink performed better than the other heat sinks tested.

Surface color

The heat transfer from the heatsink occurs by convection of the surrounding air, conduction through the air, and radiation.
Heat transfer by radiation is a function of both the heat sink temperature, and the temperature of the surroundings that the heat sink is optically coupled with. When both of these temperatures are on the order of 0 °C to 100 °C, the contribution of radiation compared to convection is generally small, and this factor is often neglected. In this case, finned heat sinks operating in either natural-convection or forced-flow will not be effected significantly by surface emissivity.
In situations where convection is low, such as a flat non-finned panel with low airflow, radiative cooling can be a significant factor. Here the surface properties may be an important design factor. Matte-black surfaces will radiate much more efficiently than shiny bare metal in the visible spectrum.[12][unreliable source?] A shiny metal surface has low low effective emissivity due to its low surface area. While the emissivity of a material is tremendously energy (frequency) dependent, the noble metals demonstrate very low emissivity in the NIR spectrum. The emissivity in the visible spectrum is closely related to color. For most materials, the emissivity in the visible spectrum is similar to the emissivity in the infrared spectrum; however there are exceptions, notably certain metal oxides that are used as "selective surfaces".
In a vacuum or in outer space, there is no convective heat transfer, thus in these environments, radiation is the only factor governing heat flow between the heat sink and the environment. For a satellite in space, a 100 °C (373 Kelvin) surface facing the sun will absorb a lot of radiant heat, since the sun's surface temperature is nearly 6000 Kelvin, whereas the same surface facing deep-space will radiate a lot of heat, since deep-space has an effective temperature of only a few Kelvin.

Engineering applications

Processor/microprocessor cooling

Heat dissipation is an unavoidable by-product of all but micropower electronic devices and circuits.[8] In general, the temperature of the device or component will depend on the thermal resistance from the component to the environment, and the heat dissipated by the component. To ensure that the component temperature does not overheat, a thermal engineer seeks to find an efficient heat transfer path from the device to the environment. The heat transfer path may be from the component to a printed circuit board (PCB), to a heat sink, to air flow provided by a fan, but in all instances, eventually to the environment.
Two additional design factors also influence the thermal/mechanical performance of the thermal design:
  1. The method by which the heat sink is mounted on a component or processor. This will be discussed under the section attachment methods.
  2. For each interface between two objects in contact with each other, there will be a temperature drop across the interface. For such composite systems, the temperature drop across the interface may be appreciable.[9] This temperature change may be attributed to what is known as the thermal contact resistance.[9] Thermal interface materials (TIM) decrease the thermal contact resistance.

Attachment methods for microprocessors and similar ICs

As power dissipation of components increases and component package size decreases, thermal engineers must innovate to ensure components won't overheat. Devices that run cooler last longer. A heat sink design must fulfill both its thermal as well as its mechanical requirements. Concerning the latter, the component must remain in thermal contact with its heat sink with reasonable shock and vibration. The heat sink could be the copper foil of a circuit board, or else a separate heat sink mounted onto the component or circuit board. Attachment methods include thermally conductive tape or epoxy, wire-form z clips, flat spring clips, standoff spacers, and push pins with ends that expand after installing.
Thermally conductive tape
Figure 6: Roll of thermally conductive tape.
Thermally conductive tape is one of the most cost-effective heat sink attachment materials.[13] It is suitable for low-mass heat sinks and for components with low power dissipation. It consists of a thermally conductive carrier material with a pressure-sensitive adhesive on each side.
This tape is applied to the base of the heat sink, which is then attached to the component. Following are factors that influence the performance of thermal tape[13]:
  1. Surfaces of both the component and heat sink must be clean, with no residue such as a film of silicone grease.
  2. Preload pressure is essential to ensure good contact. Insufficient pressure results in areas of non-contact with trapped air, and results in higher-than-expected interface thermal resistance.
  3. Thicker tapes tend to provide better "wettability" with uneven component surfaces. "Wettability" is a term used to describe the percentage area of contact of a tape on a component. Thicker tapes, however, have a higher thermal resistance than thinner tapes. From a design standpoint, it is best to strike a balance by selecting a tape thickness that provides maximum "wettablilty" with minimum thermal resistance.

Epoxy
Epoxy is more expensive than tape, but provides a greater mechanical bond between the heat sink and component, as well as improved thermal conductivity.[13] The epoxy chosen must be formulated for this purpose. Most epoxies are two-part liquid formulations that must be thoroughly mixed before being applied to the heat sink, and before the heat sink is placed on the component. The epoxy is then cured for a specified time, which can vary from 2 hours to 48 hours. Faster cure time can be achieved at higher temperatures. The surfaces to which the epoxy is applied must be clean and free of any residue.
The epoxy bond between the heat sink and component is semi-permanent/permanent.[13] This makes re-work very difficult and at times impossible. The most typical damage caused by rework is the separation of the component die heat spreader from its package.
Figure 7: A pin fin heat sink with a z-clip retainer.
Wire form Z-clips
More expensive than tape and epoxy, wire form z-clips attach heat sinks mechanically. To use the z-clips, the printed circuit board must have anchors. Anchors can be either soldered onto the board, or pushed through. Either type requires holes to be designed into the board. The use of RoHS solder must be allowed for because such solder is mechanically weaker than traditional Pb/Sn solder.
To assemble with a z-clip, attach one side of it to one of the anchors. Deflect the spring until the other side of the clip can be placed in the other anchor. The deflection develops a spring load on the component, which maintains very good contact. In addition to the mechanical attachment that the z-clip provides, it also permits using higher-performance thermal interface materials, such as phase change types.[13]
Figure 8: Two heat sink attachment methods, namely the maxiGRIP (left) and Talon Clip
Clips
Available for processors and ball grid array (BGA) components, clips allow the attachment of a BGA heat sink directly to the component. The clips make use of the gap created by the ball grid array (BGA) between the component underside and PCB top surface. The clips therefore require no holes in the PCB. They also allow for easy rework of components. Examples of commercially available clips are the maxiGRIPTM and superGRIPTM range from Advanced Thermal Solutions (ATS) and the Talon ClipTM from Malico. The three aforementioned clipping methods use plastic frames for the clips, but the ATS designs uses metal spring clips to provide the compression force. The Malico design uses the plastic "arm" to provide a mechanical load on the component. Depending on the product requirement, the clipping methods will have to meet shock and vibration standards, such as Telecordia GR-63-CORE, ETSI 300 019 and MIL-STD-810.
Figure 9: Push pins.
Push pins with compression springs
For larger heat sinks and higher preloads, push pins with compression springs are very effective.[13] The push pins, typically made of brass or plastic, have a flexible barb at the end that engages with a hole in the PCB; once installed, the barb retains the pin. The compression spring holds the assembly together and maintains contact between the heat sink and component. Care is needed in selection of push pin size. Too great an insertion force can result in the die cracking and consequent component failure.
Threaded standoffs with compression springs
For very large heat sinks, there is no substitute for the threaded standoff and compression spring attachment method.[13] A threaded standoff is essentially a hollow metal tube with internal threads. One end is secured with a screw through a hole in the PCB. The other end accepts a screw which compresses the spring, completing the assembly. A typical heat sink assembly uses two to four standoffs, which tends to make this the most costly heat sink attachment design. Another disadvantage is the need for holes in the PCB.
Summary of heat sink attachment methods
[13]
Method Pros Cons Cost
Thermal tape Easy to attach. Inexpensive. Cannot provide mechanical attachment for heavier heat sinks or for high vibration environments. Surface must be cleaned for optimal adhesion. Moderate to low thermal conductivity. Very low
Epoxy Strong mechanical adhesion. Relatively inexpensive. Makes board rework difficult since it can damage component. Surface must be cleaned for optimal adhesion. Very low
Wire form Z-clips Strong mechanical attachment. Easy removal/rework. Applies a preload to the thermal interface material, improving thermal performance. Requires holes in the board or solder anchors. More expensive than tape or epoxy. Custom designs. Low
Clip-on Applies a preload to the thermal interface material, improving thermal performance. Requires no holes or anchors. Easy removal/rework. Must have "keep out" zone around the BGA for the clip. Extra assembly steps. Low
Push pin with compression springs Strong mechanical attachment. Highest thermal interface material preload. Easy removal and installation. Requires holes in the board which increases complexity of traces in PCB. Moderate
Stand-offs with compression springs Strongest mechanical attachment. Highest preload for the thermal interface material. Ideal for large heat sinks. Requires holes in the board which increases complexity of trace layout. Complicated assembly. High

Thermal interface materials

Figure 10: Thermal conductivity and the interface resistance form part of the thermal interface resistance of a thermal interface material.
Thermal contact resistance occurs due to the voids created by surface roughness effects, defects and misalignment of the interface. The voids present in the interface are filled with air. Heat transfer is therefore due to conduction across the actual contact area and to conduction (or natural convection) and radiation across the gaps.[9] If the contact area is small, as it is for rough surfaces, the major contribution to the resistance is made by the gaps.[9] To decrease the thermal contact resistance, the surface roughness can be decreased while the interface pressure is increased. However, these improving methods are not always practical or possible for electronic equipment. Thermal interface materials (TIM) are a common way to overcome these limitations,
Properly applied thermal interface materials displace the air that is present in the gaps between the two objects with a material that has a much-higher thermal conductivity. Air has a thermal conductivity of 0.022 W/m•K[14] while TIMs have conductivities of 0.3 W/m•K[15] and higher.
When selecting a TIM, care must be taken with the values supplied by the manufacturer. Most manufacturers give a value for the thermal conductivity of a material. However, the thermal conductivity does not take into account the interface resistances. Therefore, if a TIM has a high thermal conductivity, it does not necessarily mean that the interface resistance will be low.
Selection of a TIM is based on three parameters: the interface gap which the TIM must fill, the contact pressure, and the electrical resistivity of the TIM. The contact pressure is the pressure applied to the interface between the two materials. The selection does not include the cost of the material. Electrical resistivity may, or may not, be important, depending upon electrical design details.
Selection Based on Interface Gap
[15]
Interface gap values Products types available
< 0.05 mm < 2 mil Thermal grease, epoxy, phase change materials
0.05 - 0.1 mm 2 – 5 mil Phase change materials, polyimide, graphite or aluminium tapes
0.1 - 0,5 mm 5 – 18 mil Silicone coated fabrics
> 0.5 mm > 18 mil Gap fillers
Selection Based on Contact Pressure
[15]
Contact pressure scale Typical pressure ranges Product types available
Very low < 70 kPa Gap fillers
Low < 140 kPa Thermal grease, epoxy, polyimide, graphite or aluminium tapes
High 2 MPa Silicone coated fabrics
Selection Based on Dielectric Strength
[15]
Electrical insulation Dielectric strength Typical values Product types available
Not required N/A N/A N/A Thermal grease, epoxy, phase change materials, graphite or aluminium tapes.
Required Low 10 kV/mm < 300 V/mil Silicone coated fabrics, gap fillers
Required High 60 kV/mm > 1500 V/mil Polyimide tape
TIM Application Notes Based on Product Type
Product type Application notes Thermal performance
Thermal paste Messy. Labor intensive. Relatively long assembly time. ++++
Epoxy Creates ‘permanent’ interface bond. ++++
Phase change Allows for pre-attachment. Softens and conforms to interface defects at operational temperatures. Can be repositioned in field. ++++
Thermal tapes, including graphite, polyimide, and aluminium tapes Easy to apply. Some mechanical strength. +++
Silicone coated fabrics Provide cushioning and sealing while still allowing heat transfer. +
Gap filler Can be used to thermally couple differing-height components to a heat spreader or heat sink. Naturally tacky. ++
Figure 11: High power LEDs from Philips Lumileds Lighting Company mounted on 21 mm star shaped metal-core PCBs

Light emitting diode lamps

Light emitting diode (LED) performance and lifetime are strong functions of their temperature.[16] Effective cooling is therefore essential. A case study of a LED based downlighter shows an example of the calculations done in order to calculate the required heat sink necessary for the effective cooling of lighting system.[17] The article also shows that in order to get confidence in the results, multiple independent solutions are required that give similar results. Specifically, results of the experimental, numerical and theoretical methods should all be within 10% of each other to give high confidence in the results.

In soldering

Temporary heat sinks were sometimes used while soldering circuit boards, preventing excessive heat from damaging sensitive nearby electronics. In the simplest case, this means partially gripping a component using a heavy metal crocodile clip, hemostat or similar clamp. Modern semiconductor devices, which are designed to be assembled by reflow soldering, can usually tolerate soldering temperatures without damage. On the other hand, electrical components such as magnetic reed switches can malfunction if exposed to hotter soldering irons, so this practice is still very much in use.[18]

Methods to determine heat sink thermal performance

In general, a heat sink performance is a function of material thermal conductivity, dimensions, fin type, heat transfer coefficient, air flow rate, and duct size. To determine the thermal performance of a heat sink, a theoretical model can be made. Alternatively, the thermal performance can be measured experimentally. Due to the complex nature of the highly 3D flow in present in applications, numerical methods or computational fluid dynamics (CFD) can also be used. This section will discuss the aforementioned methods for the determination of the heat sink thermal performance.

A heat transfer theoretical model

Figure 13: Sketch of a heat sink with equivalent thermal resistances.
Figure 14: Thermal resistance and heat transfer coefficient plotted against flow rate for the specific heat sink design used in.[19] The data was generated using the equations provided in the article. The data shows that for an increasing air flow rate, the thermal resistance of the heat sink decreases.
One of the methods to determine the performance of a heat sink is to use heat transfer and fluid dynamics theory. One such method has been published by Jeggels, et al.,[19] though this work is limited to ducted flow. Ducted flow is where the air is forced to flow through a channel which fits tightly over the heat sink. This makes sure that all the air goes through the channels formed by the fins of the heat sink. When the air flow is not ducted, a certain percentage of air flow will bypass the heat sink. Flow bypass was found to increase with increasing fin density and clearance, while remaining relatively insensitive to inlet duct velocity.[20]
The heat sink thermal resistance model consists of two resistances, namely the resistance in the heat sink base, R_{b}, and the resistance in the fins, R_{f}. The heat sink base thermal resistance, R_{b}, can be written as follows if the source is a uniformly applied the heat sink base. If it is not, then the base resistance is primarily spreading resistance:
R_b = \frac{t_b}{kA_b} (4)
where t_b is the heat sink base thickness, k is the heat sink material thermal conductivity and A_b is the area of the heat sink base.
The thermal resistance from the base of the fins to the air, R_{f}, can be calculated by the following formulas.
R_f = \frac{1}{n h_f W_f \left ( t_f + 2\eta_f L_f \right)} (5)
\eta_f = \frac{\tanh{mL_c}}{mL_c}[9] (6)
mL_c = \sqrt{\frac{2h_f}{k t_f}}L_f[9] (7)
D_h = \frac{4A_{ch}}{P_{ch}} (8)
Re = \frac{4 \dot{G} \rho}{n \pi D_h \mu} (9)
f = (0.79 \ln Re - 1.64)^{-2}[21] (10)
Nu = \frac{(f/8)(Re - 1000)Pr}{1+12.7(f/8)^{0.5}(Pr^{\frac{2}{3}}-1)}[21] (11)
h_f = \frac{Nu k_{air}}{D_h} (12)
\rho = \frac{P_{atm}}{R_aT_{in}} (13)
The flow rate can be determined by the intersection of the heat sink system curve and the fan curve. The heat sink system curve can be calculated by the flow resistance of the channels and inlet and outlet losses as done in standard fluid mechanics text books, such as Potter, et al.[22] and White.[23]
Once the heat sink base and fin resistances are known, then the heat sink thermal resistance, R_{hs} can be calculated as: R_{hs}=R_{b} + R_{f} (14)
Using the equations 5 to 13 and the dimensional data in,[19] the thermal resistance for the fins was calculated for various air flow rates. The data for the thermal resistance and heat transfer coefficient are shown in Figure 14. It shows that shows that for an increasing air flow rate, the thermal resistance of the heat sink decreases.

Experimental methods

Experimental tests are one of the more popular ways to determine the heat sink thermal performance. In order to determine the heat sink thermal resistance, the flow rate, input power, inlet air temperature and heat sink base temperature need to be known. Figure 2 shows a test setup for a ducted flow heat sink application. Vendor-supplied data is commonly provided for ducted test results.[24] However, the results are optimistic and can give misleading data when heat sinks are used in an unducted application. More details on heat sink testing methods and common oversights can be found in Azar, et al.[24]

Numerical methods

In industry, thermal analyses are often ignored in the design process or performed too late — when design changes are limited and become too costly.[8] Of the three methods mentioned in this article, theoretical and numerical methods can be used to determine an estimate of the heat sink or component temperatures of products before a physical model has been made. A theoretical model is normally used as a first order estimate. Numerical methods or computational fluid dynamics (CFD) provide a qualitative (and sometimes even quantitative) prediction of fluid flows.[25] [26] What this means is that it will give a visual or post-processed result of a simulation, like the images in figures 16 and 17, but the quantitative or absolute accuracy of the result is not guaranteed.
CFD can give an insight into flow patterns that are difficult, expensive or impossible to study using experimental methods.[25] Experiments can give a quantitative description of flow phenomena using measurements for one quantity at a time, at a limited number of points and time instances. If a full scale model is not available or not practical, scale models or dummy models can be used. The experiments can have a limited range of problems and operating conditions. Simulations can give a prediction of flow phenomena using CFD software for all desired quantities, with high resolution in space and time and virtually any problem and realistic operating conditions. However, the results still need to be validated. Another problem with CFD is that the inputs need to be correct. It is the classic case of "Garbage in, garbage out."[2]
Figure 16: Radial heat sink with thermal profile and swirling forced convection flow trajectories predicted using a CFD analysis package
Figure 17: Pin fin heat sink with thermal profile and dione convection flow trajectories predicted using a CFD analysis package

See also